A. Sekilas Tentang Penduduk
Arab
Dalam
kamus besar bahasa Arab kita temui perbedaan antara kata "عربي"dengan أعرابي" ". kata "عربي" diartikan sebagai penduduk suatu kota.
Sedangkan kata أعرابي" " diartikan sebagai penduduk pedalaman. Akan
tetepi menurut Israil dan walingson perbedaan ini tidak kita temui melainkan
menjelang datangnya Islam. Kata عَرب atau عُرب bukanlah menunjukkan makna sebagaimana yang
kita kenal sekarang, akan tetapi dia dipakaikan untuk menunjukkan suatu
kelompok (kabilah) tertentu, yaitu kelompok yang hidup di pedalaman dengan cara
berpindah tempat mengikuti daerah-daerah yang subur.[1]
Adapun
kata "عربي" adalah kata yang
menunjukkan bahasa suatu kabilah, ketika tersebarnya bahasa yang berada di
utara jazirah merupakan bahasa yang paling
dominan unsur-unsurnya, hingga bahasa daerah ini dinamakan dengan bahasa Badawiyah (bahasa
pedalaman) pada masa menjelang datangnya islam.
Sebagaiman
telah kita ketahui dalam bahasan sebelumnya kita temui adanya teori bahwa
bahasa Arab Samiyah Arumah, yang banyak dipegang oleh Pakar dari timur,
berpendapat bahwa bahasa ini lebih dekat
kepada Arab induk. Sebagai bukti adalah unsur-unsur yang lama yang merupakan sumber
bahasa Smith lebih banyak dibandingkan dari bahasa Smith yang lain. Dalam
bahasa ini juga ditemukan adanya suara
yang tidak ditemukan dalam bahasa smith yang lainnya. Bahasa ini juga
nampak jelasa I’rab dan tata bahasanya yang sempurna, banyak terdapat
timbangan yang banyak untuk jama’ taktsir[2],
para pengkaji hal ini menguatkan pendapat
ini bagi kita bahwa bahasa Arab
Smith Arumah merupakan bahasa yang pertama yang menurunkan berbagai
bahasa Smith sebagaimana yang kita kenal sekarang.
B. Macam-macam Dialek Arab
Atas
dasar teori yang dijelaskan di atas, ilmuan timur membagi berbagai dialek Arab
itu menjadi dua, yaitu dialek dari utara
dan dialek selatan. Akan tetapi ilmuan timur bernama Israil Walingson menolak
pembagian ini, dengan alasan tidak adanya pembagian secara geografi yang sah
dan tidak ada sejarahnya, di sana tidak terdapat batasan yang jelas yang
memisahkan antara jazirah utara dan selatan, yang menjelaskan kepada batasan daerah
Bahasa Arab bagia selatan dan batasan dialek Arab utara.
Ada
lagi yang membagi dialek Arab itu kepada Arab Ba’idah dan Arab Baqiyah
sebagaimana yang akan kita jelaskan berikut ini.
- Bahasa Arab Ba’idah (Arab Yang Sudah Musnah)
Al-Arabiyat al-ba’idah dikenal dengan sebutan Arabiyat al-nuqusy (bahasa Arab
prasasti) karena ragam bahasa ini tidak pernah sampai kepada kita
kecuali melalui prasasti-prasasti yang belakangan ditemukan secara luas, dari
Damaskus sampai wilayah Al-`Ula di bagian utara Hijaz. Beberapa dialek
yang tergolong al-Arabiyat al-ba:idah ini, misalnya, adalah dialek al-tsamudiyah,
al-shafawiyah, dan al-lihyaniyahAdapun dialek Arab ba’idah
ini adalah sebagaimana berikut:
1)
al-Tsamudiyah (Bahasa Tsamud)
Bahasa
tsamudiyah yaitu inskriptif yang dinisbahkan kepada kabilah Tsamud, yang terdapat kisahnya
di dalam Al-Qur’an. Telah ditemukan sekitar 1000 prasasti yang berdialek Tsamud
ini, paling banyak ditemukan di Hijaz dan Najd, pada waktu itu ditemukan
sebagian lagi di Shafaat (daerah timur Damaskus) dan China.
2) al-Shafawiyah
al-Shafawiyah yaitu inskriptif yang sebagian besar ditemukan di daerah Safah.,
karena kebanyakan prasasti yang ditemukan di daerah ini jumlahnya lebih dari 1000 prasasti menggunakan dialek
al-Shafaat. Sedangkan tulisannya menyerupai
tulisan orang Tsamudy, sehingga para pengkaji hal ini membagi perkembangan
tulisan Shafwi melalui dua tahap, tahap pertama masih dipengaruhi oleh tulisan
Tsamudy, hingga pada tahap kedua baru terlihat tulisan Shafawy.
3) al-Lihyaniyah
Yaitu
dialek yang diidentikkan kepada kabilah Lihyan yang diperkirakan tinggal
di daerah dataran tinggi di utara Hijaz.
Prasasti kabilah Lihyan banyak ditemukan antara tahun ke 400-200 SM.
Para
pakar yang mengkaji dialek-dialek ini mengatakan bahwa al-Tsamudiyah, al-Shafawiyah, dan
al-Lihyaniyah merupakan dialek yang paling dekat kepada bahasa Arab Fusha,
dan tulisannya lebih dekat kepada tulisan al-Musnad, atau bagian
darinya, adapau tulisan Arab bagian utara yang masih dipakai hingga kini
merupakan bagian bahasa an-Nabthi. Sebagaimana di jelaskan dalam
prasasti ummu al-Jimaal yang pertama (kira-kira menjelang abad ke 3 M), an-Namarah
(328 M), Zabd (512 M), Harran (528 M), dan Ummu al-Jamaal yang
ke dua (6 M).
- Arab Baaqiyah (Yang Masih Tinggal)
Bahasa
Arab yang masih tinggal atau masih ada sekarang ini merupakan peracampuran dari
berbagai macam dialek, sebagian dari selatan Jazirah Arab dan ini merupakan
mayoritasnya, sedangkan yang lainnya dari utara, kedua dialek daeah ini bersatu
hingga terciptalah sebuah bahasa. Yaitu bahasa Arab Fushah (yang fasih) yang
dipakai saat ini di dalam tulisan, khutbah, siaran, majalah, surat kabar dsb.
Bahasa
Arab Fushah sebenarnya telah tersebar sebelum datangnya Islam, bahasa ini
mereka gunakan dalam kasidah-kasidahnya, khutbahnya, akan tetapi bahasa ini belum digunakan untuk mengkhutbah manusia
secara umum. Ketika Al-Qur’an turun, dia mengukuhkan kedudukan bahasa fushah
tersebut, dan memberikan sumbangsih dalam menyebarkan, mengkayakan, pengkajian
dan pengajarannya. Bahasa ini menjadi penghubung dalam aktifitas orang Arab,
baik itu di pasar[3],
dalam kompetisi sastra seperti kompetisi
syi’ir terbaik, khutbah, dan sebaginya.
Cairi-ciri
bahasa Arab fushah:
1)
Derajatnya amat tinggi, jauh di
atas dilaek-dialek percakapan yang berlaku dalam bahasa sehari-hari. Termasuk
orang-orang yang mampu menguasai dan mempergunakan bahsa Arab standar dinilai
sebagai orang-orang yang berkedudukan tinggi.
2)
Pada bahsa Arab standard tidak
terdapat ciri-ciri yang bersifat kedaerahan atau yang ada kaitannya dengan
kabilah tertentu. Dengan demikian ketika seseorang berbicara dengan menggunakan
bahasa Arab standard, sulit diketahui dari kabilah mana dia berasal.[4]
Disamping
bahasa fushah ini, ada beberapa dialek yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Perbedaan ini dapat kita lihat dalam ungkapan suaranya, makna
katannya, kaidah-kaidah dan mufradatnya. Orang Arab ketika berbicara dengan sesama
kabilahnya dia tetap menggunakan dialek yang ada pada kabilahnya, namun
ketika dia ingin menyusun sebuah sya’ir
atau ingin memperindah khutbahnya untuk diajukan dalam berbagai perayaan antar kabilah, maka
dia akan berpegang kepada bahasa yang disepakatai tersebut (bahasa fushah).
Ada
dua pertanyaan mendasar berkenaan dengan bahasa Arab fushah yang dikenal dalam
berbagai kabilah, baik itu sebelum Islam atau sesudahnya:
Pertama,
apakah memang bahasa Fushah ini pada awalnya
bermacam-macam yang kemudian menjadi sebuah kesatuan bahasa dengan kesepakatan
orang Arab, ataukah dia merupakan sebuah bahasa yang dipakai kemudian pecah
menjadi beberapa dialek ???
Kedua, apakan bahasa fushah ini merupakan penyatuan dari berbagai macam
dialek, atau dari memang dari penuturnya sendiri, atau memang berasal dari satu
dialek, dengan adanya aktifitas tertentu
dia mampu bersatu yang membawakannya kepada berbagai dialek ????
Sebagai
jawaban yang pertama adalah bahwa
kebanyakan pakar yang menelitia hal ini berkesimpulan bahwa bahasa Arab
memiliki banyak macam dialek yang kemudian bersatu dan menjadilah sebuah bahasa
arab yang Fushah.
Sedangkan
untuk pertanyaan kedua ada beberapa pandangan yang akan dikemukakan untuk
menjawab pertanyaan ini:
a) Sebagian besar pakar yang menelitia hal ini berpendapat bahwa dialek
Quraisy-lah yang merupakan dialek paling fasih, dan dia merupakan
dialek yang meliputi semenanjung Arab
sebelum datangnya Islam.
Ibnu
Faris berkata: “ ulama kita sepakat mengenai ucapan orang Arab, ungkapan
syi’ir-syi’irnya, pakar balaghahnya, bahasa hariannya, bahwa suku Quraisy-lah yang paling fasih
lidahnya dalam bangsa Arab dan paling mulia bahasanya. Hal ini diketahui bahwa Allah Azza wa Jalla telah
memujinya dan memilih mereka dari seluruh kalangan bangsa Arab dan menjadikan
mereka bangsa pilihan, dan memilih dari kalangan mereka Nabi yang membawa
rahmat yakni nabi Muhammad SAW.”
Sedangkan
ibnu Jana sendiri mengatakan: “ kabilah Quraisy merupakan kabilah yang terfasih
daripada dialek عنعنة [5] (‘an’anah) dari bani tamim,
dialek كشكشة [6] pada
suku Rabi’ah, dan dialek كسكسة [7]dari kabilah Hawazan, dan dialek تضجع [8] pada suku Qais. Dan عجرفية [9] pada suku Dhabbah, dan dialek تلتلة [10] pada suku Bahara’.
b) Pandangan bahwa dominasi dialek Quraisy terhadap dialek-dialek lain
hanya terjadi di jaman pra-Islam, tetapi tidak demikian setelah datangnya
Islam. Dominasi itu karena tempat tinggal kabilah Quraisy, Mekkah, menjadi
tempat pelaksanaan ibadah haji, kota dagang dan pusat kesatuan politik yang
otonom terhadap kekuatan-kekuatan lain. Kekuasaan politik, ekonomi dan agama
itu memperkokoh dialek Quraisy di hadapan dialek-dialek lain.
c) Pandangan yang tidak mengakui dialek Quraisy sebagai lingua
franca atau bahasa bersama bagi seluruh kabilah Arab. Menurut Al-Rajihi,
asumsi bahwa dialek Quraisy adalah lingua franca bagi seluruh kabilah
Arab hanya untuk mengagungkan kabilah Muhammad Saw sebagai rasul. Sebagai bukti,
masyarakat Hijaz, dan suku Quraisy adalah salah satunya, cenderung meringankan
bacaan hamzah, sedangkan kabilah lain membacanya dengan jelas. Sementara
itu, pembacaan hamzah secara jelas di dalam warisan puisi pra-Islam
maupun dalam qira:at (macam-macam cara membaca) Al-Qur'an lebih banyak
ditemui dibanding pembacaannya yang lemah atau ringan
Terlepas dari ketiga
pandangan di atas, hasil kajian-kajian kebahasaan menunjukkan bahwa:
Ø Di jazirah Arab selain dialek-dialek lokal, juga ditemui sebuah
bahasa bersama lintas kabilah yang digunakan dalam karya-karya para sastrawan,
digunakan di pasar-pasar dan perayaan-perayaan mereka.
Ø Ketika Islam datang, Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa bersama itu
agar dimengerti oleh seluruh kabilah.
Ø Di dalam bahasa Al- Qur'an ternyata didapati tidak hanya dialek
Quraisy melainkan juga dialek kabilah-kabilah lain, seperti Hudzail, Tamim,
Hamir, Jurhum, Midzhaj, Khatz'am, Qais `Aylan, Balharits bin Ka'b, Kindah,
Lakhm, Judzam, Al-Aus, dan Al-Khazraj Thayyi'. Bahkan, ada yang mengatakan di
dalam Al-Qur'an ditemukan lebih kurang lima puluh dialek.
Ø Dialek Quraisy adalah yang paling dominan di dalam Al-Qur'an
berdasarkan kesepakatan para linguis, dan sebuah hadits Nabi yang menyatakan
kepada tiga golongan Quraisy: “jika kalian berbeda pendapat dengan Zaid bin
Tsabit mengenai ayat Al-Qur'an, maka hendaklah dia ditulis dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan menggunakan
bahasa ini.”
C.
Hubungan Bahasa Arab
Fusha dengan ‘Amiyah
Hubungan
antara bahasa Arab ‘amiyyah dengan bahasa Arab fusha seharusnya dapat
dijelaskan secara gamblang. Dalam beberapa bahasa terdapat tingkatan kultur
pemakaian dan macam fungsi. Agar penggunaan bahasa Arab lebih efektif maka
salah satu caranya adalah kita harus tahu tentang tingkatan dan fungsi
tersebut. Lebih dari itu, bahasa Arab selalu berubah di setiap abad. Oleh
karena itu, secara garis besar kita mungkin dapat membedakannya sebagai berikut
:[11]
1) Bahasa Arab Klasik atau Bahasa Arab Al Qur-an lebih mengacu secara
spesifik pada grammar dan penggunaan Al Qur-an hingga sampai pada masa
kekhalifahan.
2) Bahasa Arab Formal Kontemporer lebih mengacu secara spesifik pada
grammar bahasa Arab dan penggunaannya pada abad ke-20. Termasuk dalam kategori
ini, kita mungkin saja menekankan penulisan bahasa Arab secara formal sekalipun
terkadang menimbulkan sebuah kesalahan besar dengan mengabaikan penulisan
secara informal atau spoken Arabic.
3) Bahasa Arab ‘Amiyyah atau Spoken Arabic mengacu pada bentuk bahasa
Arab yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Perlu dicatat bahwa
bagaimanapun juga orang-orang Arab yang tak berpendidikan jarang sekali
menggunakan bahasa formal dan klasik dalam percakapan mereka.
contoh
perbedaan yang sakral antara Bahasa Fusha dengan Bahasa Amiyah:
Ø
Kucing = Bahasa Fushanya => هرة tapi bahasa Amiyahnya قطة dan dibacanya (ittoh)
Ø
Apa = Bahasa Fushanya ماذا Bahasa Amiyahnya أيه dibacanya (Eeh), E nya E tempe…
Ø
Ya = Bahasa Fusha nya
نعم Bahasa Amiyahnya أيوه dibacanya (Aiwah).
Kesimpulan
a) Dilihat dari segi daerah arab tersebut, maka bangsa Arab dibagi
menjadi dua, yaitu "عربي" yang diartikan sebagai penduduk suatu kota. dan أعرابي" " diartikan sebagai
penduduk pedalaman.
b) Dilihat dari segi masa perkembangannya, maka bahasa Arab itu terbagi
kepada dua macam:
Ø Al-Arabiyat al-ba’idah dikenal dengan
sebutan Arabiyat al-nuqusy (bahasa Arab prasasti), yaitu bahasa Arab
yang telah punah. Beberapa dialek yang tergolong al-Arabiyat
al-ba:idah ini, misalnya, adalah dialek al-tsamudiyah, al-shafawiyah, dan
al-lihyaniyah.
Ø Al-Arabiyat al-Baaqiyah, yaitu bahasa
Arab yang masih tinggal atau masih ada sekarang ini merupakan peracampuran dari
berbagai macam dialek, yang terletak di bagian
selatan Jazirah Arab dan utara.
c) Dilihat dari kefasihannya, maka bahasa arab terbagi dua pula:
Ø Bahasa Arab Fushah, yaitu bahasa Arab yang dipakai saat ini
di dalam tulisan , khutbah, siaran, majalah, surat kabar dsb.
Ø Bahasa Arab ‘amiyah atau yang sering dikenal dengan al-Lahjah
adalah bahasa yang digunakan dalam urusan-urusan biasa (tidak resmi), dan yang
diterapkan dalam keseharian (istilah familiarnya bahasa gaul; yarab,,). Bahasa
ini tidak lain adalah bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari..
[1] Emil Badi’ Ya’qub, Fiqhu al-Lughah al-‘Arabiyah Wa Khashaaishuha,
(Dar Al-Tsaqafah al-Islamiyah, Beirut: 1982), hal. 116
[2] Jama’ Taktsiir adalah kata yang menunjukkan lebih dari dua
orang, yang mana bina mufradnya berubah ketika dijadikan kepada kata Jamak.
Sebagai contoh kata عالم menjadi علماء , kata نفس menjadi أنفس
.
[3] Ada beberapa pasar terkenal yang menjadi pusat perbelanjaan
masyarakat pada masa jailiah, yaitu pasar ukaz, Majnah, Murabbad, Dzu
al-Majaaz, dan Khaibar.
[4] H. Abdul Mu’in, Analisis Kontreastif Bahsa Arab dan Bahasa
Indonesia, (Pustaka Al-Husna baru, Jakarta: 2004),
hal. 21
[5] Dialek ‘an’anah ini adalah dialek yang menukar hamzah (ء)
pada kata أن menjadi ع seperti ungkapan Dzi
ar-Rammah: أعن ترسمت
[6] Yaitu menggantikan Kaf Mukhatab (كاف) dengan Syin (شينا) contohnya kata
(bapakmu= أبوك) dibaca menjadi (أبوش). Ini adalah sebagian bahasa
dari orang arab termasuk Mesir diama kata Ma Alaika dibaca Ma Alaiysy.
contoh lain kata Laka (لك ) dibaca Lesy (لش ). Lihat lebih lanjut pada http://www.opensubscriber.com/message/zamanku@yahoogroups.com/6433620.html
(bapakmu= أبوك) dibaca menjadi (أبوش). Ini adalah sebagian bahasa
dari orang arab termasuk Mesir diama kata Ma Alaika dibaca Ma Alaiysy.
contoh lain kata Laka (لك ) dibaca Lesy (لش ). Lihat lebih lanjut pada http://www.opensubscriber.com/message/zamanku@yahoogroups.com/6433620.html
[7]Dialek كسكسة
adalah dialek kabilah Hawazan yang menukar kaf “ك”
Mu’annats (dhamir yang menunjukkan perempuan) menjadi “س”. Contoh عليس pada kata عليك. Ini dugunakan ketika
wakaf bukan ketika washal (menayambung langsung ucpan tannpa berhenti). Atau
menambah “ س” setelah “ك” muannats, contoh: أمكس pada kata kata أمك , atau menukar “ك” menjadi "ت" dan “ س” , contoh: أمتس
pada kata أمك, dan أبوتس pada kata أبوك .
[10] Yaitu dialek yang mengkasrahkan huruf Mudhara’ah (huruf yang masuk
kepada fi’il mudhari’, contoh : تِلعب, نِدرس, يِأكل
Sipp
BalasHapusIzin copas ya buat makalah.
BalasHapusTrims.
Saya sebenarnya penasaran dengan bahasa Arab Mesir dan Turki. Apakah masyarakat Mesir dan Turki bisa memahami bahasa fushah bila diajak bicara dengan bahasa fushah?
BalasHapusmasya allah mumtaz
BalasHapus